Dengan Belajar Kau Bisa Mengajar, Dengan Mengajar Kau Bisa Paham

Translate

Minggu, 16 Desember 2012

MASALAH PENGELOLAAN KELAS



A. Masalah Pengajaran dan Pengelolaan Kelas

Dalam menangani tugas-tugasnya, guru sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan di dalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis, yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Amat sering terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat. “Membuat pelajaran lebih menarik” adalah permasalahan pengajaran, sedangkan “diterima atau tidak diterima oleh siswa” adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan. Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
B. Masalah Perorangan
Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Menurut Rudolf Dreiklurs dan Pearl Cassel, ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu :
·         Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
·         Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)
·         Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
·         Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
 Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan. Masalah perorangan ini mengacu pada masalah psikologis anak/jiwa anak.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
1.      Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
2.      Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
3.      Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
4.      Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.

Menurut Manan Rahman, (1998:58) dari keempat tindakan individu di atas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak usia sekolah yaitu:
a)      Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi superstar di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
b)      Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
c)      Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
d)     Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.

Murid-murid yang tidak bisa menaikkan statusnya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya, biasanya akan mencari jalan lain, baik melalui tindakan untuk menarik perhatian yang aktif maupun yang pasif.
a)      Cara aktif : Bentuk mencari perhatian yang aktif bersifat merusak, misalnya bergaya sok, melawak, mengacau, menjadi anak nakal, anak yang terus-menerus bertanya atau ramai dikelas.
b)      Cara Pasif : Bentuk pasif dalam mencari perhatian yang bersifat merusak misalnya, pemaksaan atau ingin mendapatkan perhatian orang lain dengan meminta tolong terus. 

Perilaku untuk mencari kekuasaan hampir sama dengan kasus tindakan di atas, namun sifatnya lebih kuat yakni mencari perhatian yang sifatnya merusak.
a)      Pencari kekuasaan yang aktif biasanya suka membantah, berbohong, pemukul, mempunyai watak pemarah, menolak perintah, dan benar-benar tidak mau tunduk.
b)      Pencari kekuasaan yang pasif adalah orang yang kemalasannya sangat nyata, yang biasanya tidak mau bekerja sama sekali. Murid seperti ini sangat pelupa, keras kepala, dan tidak mau patuh.    

Murid yang mencari pelampiasan dendam disebabkan putus asa dan bingung sehingga mencari keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (mencakar, memukul, menendang) bermusuhan dengan teman-temannya, memaksa dengan kekuasaan. Biasanya anak tersebut pelampiasannya lebih banyak secara aktif daripada secara pasif. Keaktifan mereka digambarkan sebagai anak yang kejam dan penuh kebencian, sedangkan mereka yang pasif digambarkan sebagai orang yang cemberut dan menantang. 

Lebih lanjut Dreikurs dan Cassel menegaskan bahwa guru harus dengan tepat mengidentifikasi dan memahami tujuan tindakan anak sehingga secara efektif dapat dilakukan penanganannya

C. Masalah Kelompok
Lois U Johnson dan Marry A. Bany mengemukakan ada tujuh masalah kelompok yang dikenal dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas,. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
  1. Kekurang-kompakan, ditandai dengan adanya kekurangcocokan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswi dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk ke dalam kategori kekurang-kompakan ini.
  2. Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok, jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswi tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan. Contoh berisik, bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang, berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu siswa diminta tenang bekerja di tempat duduk masing-masing.
  3. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok, atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap menyimpang ini kemudian dipaksa oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
  4. Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang, terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma social pada umumnya. Contoh perbuatan mengolok-olok (memperlawakan), misalnya membuat gambar-gambar yang lucu tentang guru.
  5. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja. Dalam hal ini kelompok mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidka berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok tersebut. Contoh para siswa menolak untuk melakukan kegiatan karena guru dianggap tidak adil. Suasana sering diwarnai dengan kekhawatiran dan ketidaktentuan.
  6. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes, dinyatakan secara terbuka maupun selubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah, atau tugas tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena ada gangguan tertentu adalah contoh protes atau keengganan bekerja. Masalah kelompok ini menyangkut unsur adaptasi social dan unsur adaptasi pribadi.
  7. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru, dan lain-lain. Jika hal ini terjadi, para siswa sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu, mereka menganggap perubahan yang terjadi sebagai ancaman terhadap kebutuhan kelompok.
D. Faktor yang Mempengaruhi Masalah Pengelolaan Kelas
Secara umum dapat dikemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya masalah-masalah dalam pengelolaan kelas adalah faktor yang bersumber dari: (1) guru, (2) anak, (3) kurikulum, (4) fasilitas, (5) dinamika kelas dan (6) keluarga.
a)      Faktor yang Bersumber dari Guru
·         sering marah,
·         tak pernah senyum,
·         sering mencela dan mengecam,
·         tidak suka membantu murid melakukan aktivitas pembelajaran,
·         pilihkasih,
·         menekan murid-murid tertentu,
·         tinggi hati, sombong dan tidak mengenal murid,
·         kejam, tidak toleran, kasar, terlampau keras dan menyuramkan kehidupan murid,
·         tidamemberikan perlakuan yang adil kepada murid,
·         tidak menjaga perasaan anak,membentak-bentak murid sehingga mereka takut dan merasa tidak aman,
·         tidak menaruh perhatian kepada murid dan tidak memahami murid,
·         menyuruh anak melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan perkembangannya,
·         tidak sanggup menjaga disiplin dalam kelas, tidak dapat mengontrol kelas, dan tidak menghormati diri sendiri sebagai guru.
Secara lebih tegas dapat diungkapkan bahwa kepribadian guru yang kurang baik akan berdampak negatif terhadap perkembangan siswa.
b)      Faktor yang Bersumber dari Anak 
Secara lebih rinci Levin dan Nolan mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku anak, yaitu :
*      Kesiapan guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran
*      Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar anak, seperti makan,adalah faktor yang mempengaruhi perilaku anak di kelas
*      Kebutuhan anak untuk memiliki sesuatu yang berarti
*      Perubahan sosial di lingkungan sekolah,
*      Perkembangan pengetahuan dan moral,
*      Kelemahan yang bersumber dari kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya Cole dan Chan (1994, dalam Hadiyanto, 2000) mengemukakan pula tiga kelompok faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku peserta didik yang menyimpang, yaitu:
ü  Faktor negatif dari program pembelajaran/ sekolah,
ü  Faktor negatif dari rumah, pergaulan teman sebaya dan masyarakat,
ü  Faktor negatif dari kepribadian dan kepekaan dalam penyesuaian diri.
Faktor negatif yang berkaitan dengan sekolah/ program pebelajaran adalah:
§  Kelemahan pengajaran,
§  Kurangnya komunikasi kelas,
§  Hukuman yang diberikan oleh guru,
§  Kurang harmonisnya hubungan guru murid,
§  Harapan guru yang gagal,
§  Sikap guru yang negatif,
§  Kurangnya bimbingan guru,
§  Kurikulum yang tidak mendukung.
Faktor-faktor negatif dari rumah, teman sebaya dan masyarakat yang menjadi penyebab terhadap perilaku anak yang menyimpang adalah:
Ø  Latar belakang keluarga yang tidak mendukung,
Ø  Kurangnya dukungan sosial dari keluarga,
Ø  Pengaruh teman sebaya yang negatif,
Ø  Anak yang tersiksa
Ø  Harapan orang tua yang gagal,
Ø  Sikap negatif orang tua,
Ø  Kurangnya dukungan emosional di rumah,
Ø  Sikap dari kelompok teman sebaya yang tidak kooperatif.
Terakhir, faktor-faktor negatif yang berhubungan dengan kepribadian dan penyesuaian diri yang dapat mempengaruhi perilaku anak yang menyimpang adalah:
v  Ketidakstabilan emosional,
v  Sikap negatif terhadap guru
v  Belum matang
v  Ketidakmampuan menyesuaikan diri
v  Kurang percaya diri
v  Kurang keunggulan diri
v  Sikap negatif terhadap sekolah
v  Kurang kesadaran terhadap usaha-usaha penting.
c)      Faktor yang Bersumber dari Kurikulum
·         Kekakuan guru terhadap kurikulum yang ada akan mempengaruhi kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukannya.
·         Terdapat kecenderungan bahwa praktik pendidikan yang berlangsung tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.
d)     Faktor yang Bersumber dari Fasilitas
§  Keadaan bangunan fisik sekolah yang tidak layak dijadikan tempat penyelenggaraan pendidikan, misalnya dinding sekolah/kelas yang kotor, lantai dalam ruang kelas yang tidak datar atau atap bangunan yang bocor.
§  Tidak tersedianya ruang pendukung kelancaran aktivitas pembelajaran seperti; kamar kecil, ruang musik, ruang istirahat, ruang perpustakaan dan lain sebagainya;
§  Ukuran ruang kelas yang terlalu kecil sehingga membatasi pergerakan dan aktivitas siswa, ruang kelas yang tidak memiliki ventilasi yang cukup sehingga pertukaran udaratidak baik
§  Suasana kelas yang gelap sebagai akibat dari kekurangan cahaya masuk atau sistem penerangan yang tidak mencukupi
§  Tidak tersedia alat-alat penunjang pembelajaran seperti alat peraga, media pembelajaran, dan lain-lain.
e)      Faktor yang Bersumber dari Dinamika Kelas
Ø  Anak merasa tertekan dalam kelas
Ø  Suasana kelas tampak tegang
Ø  Anak takut kepada guru
Ø  Anak tidak mau atau enggan melakukan aktivitas belajar yang dianjurkan guru
Ø  Banyak anak berperilaku menyimpang
Ø  Kemarahan guru memuncak seiring dengan meningkatnya jumlah anak yang berperilaku menyimpang.
f)       Faktor yang Bersumber dari Keluarga
Secara lebih khusus, menurut Hurlock ada sejumlah sikap orang tua yang khas yang berpengaruh terhadap anak, yaitu:
v  Melindungi anak secara berlebihan menyebabkan anak mempunyaiketergantungan kepada orang lain, kurang rasa percaya diri dan frustrasi
v  Bersikap permisivitas orang tua terhadap anak berarti orang tua membiarkan anak  berbuat sesuka hati, dengan sedikit kekangan. Sikap permisif yang tidak berlebihan dapat mendorong anak menjadi kreatif, cerdik, percaya diri dan matang
v  Memanjakan anak secara berlebihan mengakibatkan anak egois dan penuntut banyak  perhatian dan pelayanan dari orang lain, sehingga penyesuaian sosial kurang baik
v  Sikap penolakan cenderung mengabaikan kesejahteraan anak. Hal ini dapatmenimbulkan rasa dendam, perasaan tak berdaya dan perilaku gugup
v  Dominasi, anak yang selalu didominasi cenderung pemalu, patuh dan mudahdipengaruhi oleh orang lain, mengalah, rendah diri dan sangat sensitive
v  Tunduk pada anak mengakibatkan anak memerintah orang tua dan sedikit tenggang rasa. Anak belajar menentang semua yang berwenang dan mencoba mendominasi orang di luar lingkungan rumah
v  Favoritisme, kebanyakan orang tua tidak bersikap sama terhadap anak, artinya ada anak yang favorit sehingga orang tua lebih menuruti keinginan dan mencintai anak favorit. Dampak dari sikap ini anak akan selalu berupaya untuk mendominasi dalam pergaulan
v  Ambisi orang tua kepada anaknya, namun kadangkala tidak realistis. Hal ini disebabkan oleh ambisi dan hasrat orang tua yang tidak tercapai dandiharapkan anak dapat merealisasikannya. Jika anak tidak dapat memenuhinya, anak cenderung bersikap bermusuhan, tidak bertanggung jawab dan prestasi di bawah kemampuan.